Semua foto dan gambar yg ada di halaman blog ini dicolong dari arsip temen2 sendiri dan sumber2 yg nggak dikenal. Yang ngerasa punya hak cipta untuk itu, silahkan hubungi saya. Tuntutan kalian akan langsung masuk WC.

Senin, 04 Mei 2009

SEX = FRUITS!

We shall love each other here if ever at all - Audre Lorde

Buat saya aktivitas seksual itu seperti makan buah. Maka orientasi seksual pun tidak lebih dari selera, buah apa yg kita senangi.

Saya selalu merasa bahwa diri saya adalah seorang biseksual. Saya tidak terlalu percaya bahwa ada orang yg benar-benar heteroseksual atau homoseksual. Well, pada beberapa hal, saya sebal pada Freud karena teorinya yg sering mendiskreditkan perempuan berdasarkan fisiknya (dasar genius bastard seksis!), tapi untuk yg satu ini saya manggut-manggut saja. Freud pernah bilang bahwa setiap manusia adalah naturally bisexual. Jadi setiap dari kita punya sisi homoseksual dan heteroseksual. Hanya saja, untuk peradaban yg telah disangga oleh norma agama ini nilai heteroseksual menjadi dominan dan di luar itu tidak pantas dimunculkan, alias tabu. Jadi, sudah fitrahnya saya juga memiliki sisi homoseksual. Hanya, selama ini bertahun-tahun lamanya, sisi homoseksual saya ditekan dan ditenggelamkan sedalam mungkin oleh norma agama dan masyarakat (God, I’m too tired to stand this fucking judgmental society!), dengan bumbu-bumbu bahwa homoseksual adalah calon pasti penghuni neraka terbawah.

Satu hal yg tidak bisa saya terima adalah anggapan bahwa homoseksual (lesbi, gay) itu tidak alamiah. Saya rasa insting seksual adalah alamiah dan merupakan bekal penting untuk bertahan hidup. Dan tidak semua orang harus menyukai lawan jenis kan? Seksualitas adalah hal yg positif, unik, sangat personal. Tidak semua orang memiliki insting seksual yg sama kan? Lagipula manusia adalah makhluk dengan berbagai dimensi dan karakteristik. Menjadi berbeda itu tidak pernah salah. Justru perbedaan (termasuk orientasi seksual) indah. Tuhan menciptakan kita berbeda, kenapa harus diseragamkan?

Saya rasa homoseksual di Indonesia masih menjadi minoritas. Dan minoritas bukan berarti tidak ada. Dan jika ada, maka sudah sepantasnya hak mereka dipenuhi. Hak untuk mengekspresikan dirinya. Termasuk menjalani hidup aman, nyaman dan lepas dari penilaian ini itu. Masyarakat kita yg mengaku religius (tapi hanya menganggap agama sebatas simbol-simbol saja) ini masih sulit sekali menerima homoseksual. Mereka lupa, bahwa yang terpenting adalah esensi, bagaimana memanusiakan manusia, menghormati pilihannya dan memperlakukan sesama manusia dengan adil. Kalangan agama lebih suka mengurusi aspek susila daripada aspek sosial. Karenanya para pemuka agama itu lebih peka dengan urusan pornografi, prostitusi, homoseksualitas dibandingkan masalah sosial yang nyata seperti kemiskinan, kekerasan, termasuk human trafficking!

Mereka tidak pernah bertanya-tanya dan berusaha memahami homoseksual. Apalagi menerima homoseksual sebagai manusia yg sama saja dalam kehidupan sehari-hari, punya pikiran dan punya hati juga. Mereka tidak pernah peduli dan memanusiakan saudara sesama manusia. Tidak pernah memposisikan dirinya sebagai kaum minoritas. Tidak pernah mendukung dan mencintai saudaranya apa adanya. Tidak pernah berinisiatif untuk hidup bersama dalam damai. Tidak pernah peduli bagaimana seseorang yg berbeda dg orang kebanyakan harus struggling karena perbedaan yg dimilikinya. Yg mereka pedulikan hanya menyuruh tobat. Kenapa harus tobat? Apakah mencintai orang yg berjenis kelamin sama itu tindak kejahatan, sama dengan membunuh atau memperkosa? Jika hukum berkata mencintai adalah kejahatan, celaka sekali hidup di negeri yg gemar membenci ini.

Ini mengherankan. Seseorang yg memiliki pilihan, selera dan hobi yg berbeda dg orang lain malah diceramahi dan dimusuhi. Orang yg punya preferensi seksual berbeda diperlakukan tidak ramah dan dianggap sakit jiwa. Sedangkan dunia piskologi saja sudah jelas-jelas menyebutkan bahwa orientasi seksual sesama jenis bukanlah gangguan jiwa (kecuali memang dia mengidap gangguan jiwa). Saya rasa mungkin justru masyarakat yg sakit jiwa. Bawa-bawa Tuhan lagi. Siapa yg bisa jamin kaum heteroseksual memiliki ketakwaan yg lebih tinggi dibandingkan homoseksual? Tuhan yg menciptakan kita beserta pernak-perniknya, maka biarkanlah cukup Dia saja yg menilai kita. Tuhan mencintai hambaNya berdasarkan ketakwaannya, bukan orientasi seksualnya. Bahkan Irshad Manji, seorang muslim lesbian yang juga aktivis dan selalu membawa pesan perdamaian pernah berkata: “ Jika dia Tuhan yang Maha Tahu dan Maha Berkuasa tidak ingin menjadikan aku seorang lesbian, kenapa Tuhan tidak menciptakan orang lain untuk menggantikan posisiku? Bukankah Tuhan sangat bisa dengan keMahaKuasaanNya menjadikanku untuk tidak menjadi seorang lesbian?”.

Kita hanya peduli pada apa yg kita sebut normal, dominan, wajar, mainstream, semua yg biasa kita lihat dan akrab dengan kita. Oleh karenanya ketika ada sosok yg berbeda dan memiliki jalur di luar pakem ‘kewajaran’ kita itu tadi, kita malah terbengong-bengong dan menjadi shock sendiri, lalu sibuk menilai dan menghakimi tanpa pernah sempat mempelajari dan mencintai. Ini bentuk nyata masih belum teredukasinya masyarakat kita dengan pemikiran mereka yang lebih cocok hidup di abad ke-19.

Pernahkah kita mendengarkan suara orang-orang yg dipinggirkan? Toleransi dan tenggang rasa yg kita pelajari waktu SD hanya jargon-jargon mati rasa. Masyarakat mayoritas berubah menjadi mesin pembenci yg melibas habis segala sesuatu yg berjalan bukan di tempat yg sama dengannya. Masyarakat mematikan kaum minoritas agar dirinya terlihat lebih kuat dan punya otoritas, juga terlihat lebih baik dan memegang kebenaran absolut. Pengecut yang menyedihkan.
Lagipula, kenapa harus menilai seseorang dari orientasi seksualnya, dan bukan karya atau kontribusinya pada masyarakat? Apa sih yg sebenarnya membedakan heteroseksual dan homoseksual? Keduanya makan makanan yg sama, tidur, bekerja, bermain, belajar, berkarya, bagi yg muslim shalat 5 kali sehari, bagi yg nasrani ke gereja setiap minggu, tidak ada yg berbeda kecuali selera itu tadi.

Beberapa waktu yg lalu, saya bertemu seseorang di festival film yg saya kunjungi. Dari beberapa kali melihatnya, saya tahu dia istimewa. Saya suka sekali dg dia. Sulit untuk mendeskripsikan apa yg menarik dari dia. All I can say that she’s sooo nice, funny and DEFINETELY cute! Well, dia lesbian, dan tampaknya dia seorang butch (sebagai ‘laki-laki’ atau perempuan tomboy dalam hubungan lesbian) terlihat dari penampilannya yg boyish. Entahlah, I’ve been a heterosexual in my 22 years old, but that time I thought I find something better! HAHAHAHA.
Buat saya perempuan yg kerasukan roh laki-laki namun tidak kehilangan karakter femininnya adalah SOSOK YG SEMPURNA. Dia itu sosok yg sangat pantas disukai dan dicintai. She got the charm! Saya rasa siapapun yg mengenalnya akan merasa nyaman dengannya. She deserve to be loved. Lalu bagaimana mungkin saya menolak hasrat untuk mencintai dia hanya karena dia perempuan? Lha, sudah dari sononya dia diciptakan jadi perempuan. Memangnya bisa pesen jenis kelamin sama Tuhan?

So, I think I’m falling in love now. With a girl. And I’ve never felt THIS HEALTHY before.

Lalu bagaimana saya yg terbiasa menyukai lawan jenis tiba-tiba tanpa angin dan tanpa hujan menyukai sesama jenis? Tidak ada kontribusi lingkungan, pertemanan, apalagi genetis di sini. Rasa itu datang begitu saja seperti hujan di siang bolong. Tidak diundang. Seperti memang sudah digariskan oleh Si Kecintaan Saya itu. Lucunya, saya tidak mengalami fase dilematis sama sekali. Seperti biasa, saya selalu menyambut dg gembira dan penuh curiosity suatu pengalaman baru. Apalagi ini sangat mendebarkan. Saya tidak pernah repot-repot memikirkan apa yg bakal terjadi. I’m a type of living-for-today person. And today soon will be yesterday, so just PUSH IT TO THE MAXIMUM! Your spirit gives you energy for tomorrow!

Saya menyikapinya dg senang-senang saja. It’s a gift. Ini panggilan suci. Saya sebut ini fitrah. Ini pemberian dari Si Pencipta Manusia berikut atribut-atribut kemanusiaannya. Dia yg menciptakan raga saya, berikut kecerdasan, emosi, insting dan feeling. Ya sudah, terima saja dg ikhlas dan mensyukurinya. Anggap saja saya masih diberi kenikmatan untuk mencintai sesama manusia dan diingatkan olehNya untuk selalu membawa ‘ideology of love’. Jangan dilawan dan diributkan, dengarkan saja kata hati.

Ketika teman saya bertanya apakah saya menjadi lesbian, saya agak bingung juga menjawabnya. Saya menyukai perempuan ini karena kualitas yg ada di dalam dirinya. Jika kualitas itu ada di dalam diri seorang lelaki, misalnya, barangkali saya akan jatuh cinta dengan lelaki itu juga. Jadi, pada dasarnya saya tidak pernah peduli dg jenis kelamin. Soal orientasi seksual, saya sangat cair. Sebut saja saya biseksual. Saya bisa jatuh cinta pada lelaki atau perempuan. Saya bisa menjadi perempuan yg berpasangan dg lelaki. Saya bisa menjadi perempuan yg berpasangan dg perempuan. Begitupun menjadi lelaki yg berpasangan dg perempuan. Oh dear, i only do one thing to survive in my life: follow my heart.

Seperti halnya saya yg menyukai segala macam buah, dalam hal jatuh cinta pun saya tidak pilih-pilih jenis kelamin.

*Dedicated to all those boys who love boys, and girls who love girls. Make your voices. LOVE SHOULDN’T BE ABUSED!*

8 komentar:

  1. HIHIHI... nice post.. loe banget Mil.. ngedobrak pandangan umum..

    jadi inget seorang temen yang selalu diledek2 homo bilang.. ''gue bukan homo! gue hanya berpandangan luas soal cinta.. bahwa cinta itu ga selalu hanya ditujukan untuk lawan jenis..''

    well.. gue nggak komen soal jatuh cinta dengan sesama jenis.. memang manusia itu menarik koq. dan yang kutahu, cinta itu ada berbagai kategori.. cinta agape- Cinta Tuhan kepada ciptaannya, unconditionally, dan nggak terbayangkan.. cinta eros-erotik, hubungan pria dan wanita.. cinta filia- cinta kepada sahabat.. dan cinta storge yang hadir karena hubungan keluarga.

    definisi cinta itu luas.. dan indah.. dan gak ada yang salah dengan cinta apa yang kau pilih.. karena semua pun bisa dipilih bersamaan.. kecuali cinta agape kurasa.. cinta yang paling murni..

    umumnya, cinta dengan sesama jenis memang tidak terlalu mengedepankan seks sebagai instrumen untuk reproduksi.
    tapi klo yang tersirat dr kata2 Dee yang bikin Supernova, manusia itu punya naluri untuk meneruskan gen nya.. sehingga salah satu formasinya adalah ikatan emosi antara laki-laki dan perempuan, dlm hal ini mungkin yang dibilang cinta eros.

    dalam hal ini, menjadi mubazir kali ya untuk menjalin hubungan demikian dengan sesama jenis, karena berdasarkan hukum alam, survivalshipnya sesuatu yang homogen akan lebih rentan dan gak stabil dibandingkan heterogen... (mungkin Pak Gede lebih ngerti).. seperti contoh simple lainnya adalah homogenisasi sawah Jawa yang isinya padiiii melulu dan mehilangkan prsilangan jutaan keanekaragaman hayati yang mungkin puluhan tahun kedepan bisa memunculkan sumber makanan yang lebih mantap..

    dalam hal ini reproduksi ini, untuk cewe terutama, sepertinya lebih rugi..hehe kecuali kau bisa berhubungan seks dengan laki2 manapun dan bereproduksi tanpa melibatkan emosi.. sejauh ini, as far as I know, itu nggak mungkin untuk perempuan, kecuali di film psycho Korea yang gue tonton, ntah judulnya apa.. hueheh

    hahaha makin kemana2..

    oya mau tanya donk.. saat lo menyukai seorang perempuan, apa yang lo rasakan?? maksudnya healthy apa??

    trus, apakah ada faktor ketertarikan untuk memuaskan hasrat seksual juga dengan sesama jenis tadi? klo ada, what's the poin?

    dan utk hubungan lawan jenis, seperti halnya pejantan dengan feromonnya, manusia punya chemistry yang saling menarik, dan entah kenapa gue berimajinasi bahwa hal tersebut selain disebabkan oleh psikologis, tapi juga kompatibilitas gen dia dengan pasangannya..
    (balik lagi, naluri untuk memperoleh keturungan yang bisa survive ke depannya).

    wuewue.. apakah gue jadi terlihat mengidentikan cinta dengan reproduksi?? heheh sama sekali engga.. itu hanya dari kajian fisik..
    tapi yg ini bahasan lain kali aja ah..

    *pour your love to anyone you like.. but not your lust and covers it in the name of love*

    BalasHapus
  2. hai lin.
    well, this is why i love you my dear, selalu ngasih counter action kalo baca/denger sesuatu. hehe
    well, di sini yg mo gw tekankan sebenernya lebih ke 'ini loh, kita itu beragam banget, termasuk soal orientasi seksual' bahwa nggak semua orang hetero. itu sih fokus gw. soal pandangan yg lo bilang heterogen dan homogen, justru dengan adanya orientasi yg berbeda-beda itu toh heterogen juga kan [gw ngeliat secara keseluruhannya] tapi kenapa malah semua harus sama, seragam, satu pandangan? nggak harus lah ya. tapi kalo dikerucutkan lagi jadi hubungan antara 2 manusia yang homogen [sama jenis kelaminnya] gw belum tahu juga, gw belum bisa bilang itu stabil atau nggak [lha ngalamin juga belom]. Stabil yg gimana lin? secara relationship atau gimana? Kalo secara relationship gw udah beberapa kali nemuin pasangan lesbian yg pacaran lebih dari 10 tahun [itu stabil nggak? hehehe].
    i said i never felt this healthy tuh maksudnya apa ya, healthy bukan dalam artian 'sehat' jasmani gitu [kaga sakit], tapi lebih kayak gw tuh dapet energi baru yg memenuhi gw, energi positif yg buat gw tuh memperkaya batin gw. Apa ya, sulit jg gw ngedeskripsiinnya. yang jelas itu pengalaman baru yg bikin gw ngerasa lebih bersemangat! gitu dah.
    memuaskan hasrat seksual mungkin ada, tapi persentasenya ga gede, kecil banget malah. karena kalo muasin hasrat ama laki2 malah bisa bangett [meskipun bukan nggak mungkin juga bisa orgasme sama perempuan toh?] dan soal cinta eros tadi, gw justru merasakan bahwa kecenderungan mencintai sesamanya [dalam hal ini gw, cewek ke sesama cewek] lebih dilandasi ketulusan, cinta yg dalam dan lebih mencintai entitasnya, keseluruhannya, bukan dorongan eros aja [walopun mungkin itu ada juga, kayak yg gw bilang tadi]. Tapi mostly justru ketika gw mencintai cewek, gw mencintai apa yg ada di diri dia, bukan apa yg keliatan aja.
    dalam hal ini gw bener2 melepaskan aktivitas seksual [dan cinta juga] dari reproduksi lin, karena ngeseks melulu bukan persoalan prokreasi aja [bikin keturunan], kita udah mengenalnya sebagai rekreasi juga, ada kreativitas di sana.
    soal cewek beraktivitas seksual sama cowok tanpa melibatkan emosi, hmmmhh hampir nggak mungkin ya? gw sih emang sering ngalamin ada emosi, tp cepet luntur juga sih :D malah pada beberapa kasus gw gak pake emosi sama sekali, cuma pake nafsu doang [gw gak bisa bilang gw cinta ama cowok itu sih...]. tapi gw gak ada potensi jadi psycho kan????
    :D

    BalasHapus
  3. dudududuuu si milaaa...si milaa...

    jawab dulu deh, lo bi apa engga? abisan kemaren pas di kelas HMP itu tampak ada penolakan pas gw bilang 'bi'..lah gw jadi bingung
    esensi postingan yg ini buat lo apa?

    BalasHapus
  4. heh,
    gw bukannya nolak. lha emang gw harus menjawab dg penuh gegap gempita gitu ya: "Iya cut, gw BI!!!!" dengan suara lantang, senyum lebar dan mata berbinar-binar? gak gitu juga kali. gw biasa ajah ah. so, there is no denial ;)

    BalasHapus
  5. I love men because I am a heterosexual woman.
    I love women because I am a feminist woman. :)

    Nice post. Thanks for sharing.

    BalasHapus
  6. whoa.
    thnx bgt mba.
    well i'm not waiting to be a feminist to love a girl :)
    thnx for comment and caring ;)

    BalasHapus
  7. asyik tuch.........
    hahahahaha..............

    BalasHapus
  8. ah mila
    klo cewe yang homoseksual mah masih bisa punya Anak

    lah klo cowo yang homo ?
    susah .....:(

    BalasHapus